Kakek meletakkan surat kabar yang ia baca, kemudian menatapku melewati kaca mata plusnya yang tebal.
“Apa itu cerdas?” tanyanya.
“Pandai berpikir.” jawabku.
Kakek mengangguk. “Lalu apa itu rajin?”
“Suka bekerja.” jawabku lagi.
“Kemarilah.” Ia melambaikan tangan agar aku duduk di sisinya. Aku mendekat dan duduk di kursi di sampingnya. Melihat dari dekat wajah kakek yang diukir guratan usia tua, dibingkai sepasang mata teduh yang menyimpan selaksa kebijaksanaan.
“Nah, sekarang katakan, apa yang kau naiki kemarin waktu menuju ke rumah kakek?”
“Mobil.”
“Benar, mobil. Apa yang membuatnya bergerak?”
“Mm… Roda.”
“Apakah roda hanya dapat melaju lurus ke depan?”
Aku menggeleng. “Tidak, roda dapat berbelok-belok. ”
“Mengapa demikian?”
Baca entri selengkapnya »